- 07 November 2024
Oleh: Muhammad Sandhi Arisaputra, Santri Lirboyo Asal Jakarta; Berdomisili di Pondok HMC 40
NAHDLIYIN.COM, – Setelah melewati masa COVID-19 yang meresahkan, nampaknya, masa tersebut memberikan dampak buruk bagi para pelajar. Tak terkecuali Santri. Liburan panjang hingga sekolah offline saat itu berhasil membuat mental mereka ciut. Dimana mereka seperti memiliki penyakit takut untuk tampil kompetif. Sehingga, mereka- khususnya para santri- kesulitan dalam menghadapi problematika kehidupan.
Arus hedonisme yang kian berserakan di zaman sekarang menjadi hal yang dapat memengaruhi nilai nilai pesantren. Terlalu cinta dengan dunia bisa membuat kaum sarungan jadi berleha leha. Apabila ini berkelanjutan, jelas akan berpenganruh pada bangsa dan negara. Sedangkan, santri adalah penerus bangsa yang akan melanjutkan perjuangan para ulama dan pahlawan di Indonesia. Bagaimana bisa penerus bangsa melehoy dalam urusannya?
Adalah tantangan bagi seorang santri ketika bisa terjun bermanfaat untuk masyarakat, baik secara langsung (turun di lapangan) maupun tidak. Namun, hal demikian hanyalah dapat terwujud dengan adanya fondasi mental yang kuat. Ini merupakan hal yang dasar. Lantas, bagaimana upaya pondok pesantren yang menjadi Lembaga Pendidikan dalam mendidik santri di zaman modern ini, terutama generasi Z, dapat menghadapi hal demikian?
Tulisan ini merupakan sudut pandang pada apa apa yang telah pondok pesantren Lirboyo ajarkan, baik yang secara tersurat maupun tersirat.
Pondok pesantren Lirboyo- seperti pondok pesantren lainya- adalah Lembaga Pendidikan yang ber ideologi mencerdaskan anak bangsa. Sedangkan Madrasah Hidayatul Mubtadi’in merupakan madrasah Pondok Lirboyo yang mengajarkan pelbagai kitab klasik karangan ulama.
Namun demikian, bukan berarti dengan kitab klasik tersebut santri tidak bisa mengembangkannya di zaman modern ini. Tidak. Adanya kegiatan musyawarah di dalam madrasah, yang mana didalamnya mendiskusikan Pelajaran terkait memahami, mengembangkan, dan bisa menyampaikan literatur klasik akan membantu santri untuk bisa selalu eksis di dunia akademi.
Karna dengan jam terjang yang terus menerus dalam diskusi dan perdebatan ilmiah akan membangkitkan mental yang kuat, bahkan intelektualitas yang signifikan.
Perlu diketahui, mental yang dimaksud disini adalah kemampuan seseorang untuk berpendapat. Mengenai pentingnya berpendapat Syekh Az-Zarnujy dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’alim mengutip perkataan Sayyidina Ali, beliau berkata: “Seorang laki laki (yang sempurna) ialah mereka yang memiliki pendapat dan memusyawarahkanya.”
Menelik secara historis, tugas utama Majlis Musyawarah Madrasah Hidyatul Mubtadi’in (M3HM) adalah yang di dawuhkan oleh KH. Mahrus Aly kepada KH. Subadar Pasuruan ketika beliau menjabat pengurus M3HM, sebagai berikut:
Menjadikan siswa/ anggota musyawarah bisa membaca kitab dengan baik dan benar.
Menjadikan siswa/ anggota musyawarah bisa menerjemahkan kitab dengan baik dan benar.
Menjadikan siswa/ anggota musyawarah bias memecahkan masalah.
Dimana untuk mencapai tujuan tersebut adalah menggunakan metode kelompok yang kemudian di roisi. Tujuan dan metode dalam bermusyawarah tidaklah lepas dari sebuah diskusi ilmiah yang menjadikan santri memiliki daya intelektual.
Tidak sampai disitu, Lirboyo juga mendidik para santri untuk terbiasa menjadi pemimpin. Maksudnya belajar memiliki tanggung jawab. Seperti ketua kamar, rais amm di kelas, jabatan dalam berorganisasi, dll. Semuanya itu merupakan Panjang tangan daripada pengasuh dan pimpinan pondok pesantren. Kemandirian dan kebersamaan yang ditekuni oleh santri secara sadar maupun tidak, telah menjadi pengalaman pribadi bagaikan sebuah benteng untuk menghadapi berbagai bidang (sosial, politik, dan ekonomi).
Salah satu pembelajaran yang kita dapatkan dari yang demikian tadi adalah kerjasama. Mungkin terlihat spele. Namun, kerjasama memiliki sebuah kekuatan dampak yang besar. Dapat dibuktikan dengan adanya kerjasama dapat menghilangkan sifat egois dan apatis yang dimiliki oleh manusia secara wataknya. Karna nafsu yang dimiliki olehnya, juga karna manusia tidak akan lepas dari sebuah kesalahan. Walhasil, dengan adanya kejasama dapat meminimalisir kesalahan tersebut.
Secara langsung maupun tidak, pengalaman dan wawasan yang terus menggerus santri untuk belajar telah membangun sebuah pendirian mental yang kokoh.
Hikmah dari semua yang telah diberikan oleh Lirboyo adalah terbiasanya diri seorang santri untuk selalu belajar. Karna perlu kita sadari bahwa di dunia ini tidak ada kata henti untuk belajar, sebab dunia ini tidak henti hentinya untuk mengajar. Juga agar mental mereka tidak mudah terpukul dengan kenyataan yang akan mereka hadapi. (Sumber: lirboyo.net)