Selasa, 21 Januari 2025 01:53 WIB

Islam sebagai Rahmat untuk Alam Semesta dan Hubungan Sosial Bertetangga


  • Rabu, 04 Desember 2024 12:22 WIB

NAHDLIYIN.COM – Islam mengajarkan kepedulian kepada sesama manbusia dalam konteks bertetangga, baik berdasarkan hubungan darah maupun dekatnya tempat tinggal. Mereka yang dekat tempat tinggalnya dinamakan al-jar atau al-jiran, yaitu para tetangga. Pola interaksi sosial di antara al-jar atau al-jiran melahirkan hak dan kewajiban yang harus diperhatikan guna menumbuhkan sikap kepedulian antar sesama. Menyadari hak dan kewajiban bertetangga dalam ajaran Islam merupakan esensi etika bermasyarakat. Hanya orang-orang yang berhasil membangun keseimbangan di antara hak dan kewajiban bertetangga secara proporsional, adil, dan bermartabat yang akan merasakan kebahagiaan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.

Islam hadir sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), menciptakan manusia dengan karakteristik mulia yang berlandaskan nilai-nilai kebaikan. Agama ini tidak hanya berfokus pada aspek ritual dan spiritual semata, tetapi juga menaruh perhatian besar pada hubungan sosial sebagai bagian penting dari kehidupan.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup terlepas dari interaksi dengan sesama. Islam hadir memberikan pedoman agar hubungan tersebut berjalan harmonis, penuh etika, dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal ini, ajaran Islam mencakup aturan yang komprehensif, termasuk hak-hak yang harus dipenuhi terhadap orang lain, baik dalam lingkup keluarga, tetangga, maupun masyarakat luas.

Imam Al-Ghazali dalam karyanya Ihya Ulumuddin membahas secara mendalam mengenai hak-hak yang berhubungan dengan sesama manusia. Hak bertetangga menjadi salah satu bagian penting yang diperhatikan dalam ajaran Islam. Tetangga menurut Islam terbagi menjadi dua: tetangga dekat dan tetangga jauh. Surah Al-Mumtahanah Ayat 8 menggarisbawahi pentingnya menjaga hubungan baik dengan tetangga, termasuk memperlakukan mereka dengan penuh kebaikan, memberikan perhatian, dan menyampaikan kabar gembira.

Islam mengajarkan bahwa hak-hak bertetangga meliputi tidak menyakiti mereka, bersikap sabar meski mereka berbuat buruk, dan tetap menunjukkan keramahan serta kebaikan. Sebagai contoh, Ibnul Muqoffi’, seorang tokoh yang dulunya memeluk agama Majusi sebelum masuk Islam, mencontohkan bagaimana seorang Muslim harus membantu tetangganya. Ketika seorang tetangganya ingin menjual rumah karena terlilit hutang, Ibnu Muqoffi’ tidak membiarkannya terpaksa kehilangan tempat tinggal. Ia memberikan uang setara harga rumah itu agar tetangganya dapat melunasi hutang tanpa harus menjual rumahnya. Kisah ini menunjukkan bagaimana Islam mengajarkan empati dan kepedulian terhadap sesama.

Imam Al-Ghazali membagi hak tetangga menjadi tiga kategori:

  1. Tetangga Muslim yang memiliki hubungan kekerabatan – Mereka memiliki tiga hak: hak sebagai tetangga, Muslim, dan kerabat.
  2. Tetangga Muslim tanpa hubungan kekerabatan – Mereka memiliki dua hak: hak sebagai tetangga dan Muslim.
  3. Tetangga non-Muslim – Mereka memiliki satu hak, yakni hak sebagai tetangga.

Hak-hak ini menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian besar pada hubungan bertetangga, tanpa memandang perbedaan agama.

Rasulullah SAW bersabda:

  • “Berbuat baiklah kepada tetanggamu, maka engkau menjadi Muslim (sempurna).” (HR. At-Thabrani)
  • “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR. Imam Malik)

Rasulullah juga memperingatkan bahwa seseorang yang banyak melakukan ibadah namun menyakiti tetangganya tetap dianggap jauh dari nilai-nilai Islam. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan baik dengan tetangga adalah jalan menuju kesempurnaan iman dan kebahagiaan akhirat.

Dengan demikian, Islam mengajarkan umatnya untuk membangun hubungan harmonis dengan tetangga, baik dengan sesama Muslim maupun non-Muslim. Nilai-nilai ini menjadi dasar pembentukan masyarakat yang penuh kedamaian, keadilan, dan kasih sayang.



ARTIKEL TERKAIT