Selasa, 22 April 2025 03:16 WIB

PB PMII Desak Polri Serius Tangani Kasus Kekerasan Seksual di Kampus


  • Jum'at, 21 Maret 2025 20:37 WIB

NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Dalam rangka peringatan International Women's Day (IWD) 2025 yang diperingati setiap 8 Maret, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menggelar diskusi publik bertajuk Penguatan Peran Satgas PPKS; Menciptakan Ruang Aman di Perguruan Tinggi pada Jumat (21/3/2025) sore.

Kegiatan yang berlangsung di selasar sekretariat PB PMII ini menghadirkan Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, serta Ketua Satuan Tugas PPKS Universitas Negeri Jakarta, Ikhlasiah Dalimoenthe sebagai narasumber utama.

Diskusi ini menyoroti pentingnya penguatan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di perguruan tinggi, serta menekankan peran krusial aparat penegak hukum, terutama Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (Dir PPA dan PPO) yang baru saja terbentuk, dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik.

Namun, ironisnya, tidak ada perwakilan dari pihak kepolisian yang hadir dalam forum diskusi ini.

PB PMII: “Polri Harus Serius dan Tegas”

Ketua Bidang Jaringan Perguruan Tinggi dan Profesi Akademik PB PMII, Burhan Robith Dinaka, menegaskan bahwa kekerasan seksual di kampus merupakan isu darurat yang harus ditangani secara sistematis dan berkelanjutan.

“Satgas PPKS yang telah dibentuk di berbagai kampus harus diperkuat dengan dukungan konkret dari aparat penegak hukum. Tidak boleh ada lagi kasus yang mandek akibat minimnya koordinasi antara Satgas dan kepolisian,” tegasnya.

Burhan juga mendesak Polri, khususnya Direktorat PPA dan PPO, untuk menunjukkan komitmen nyata dalam menangani kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.

“Kami menuntut Polri lebih serius dalam menangani kekerasan seksual di kampus dengan memastikan perlindungan maksimal bagi korban dan menindak tegas pelaku tanpa pandang bulu,” imbuhnya.

Kampus Jadi Lokasi Rawan Kekerasan Seksual

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat bahwa dalam periode 2017–2021, terdapat 35 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, menjadikannya sektor dengan jumlah kasus tertinggi dibandingkan pesantren dan sekolah menengah atas.

Selain itu, Komnas Perempuan melalui Catatan Tahunan 2023 mengungkap adanya lonjakan signifikan jumlah kasus kekerasan di institusi pendidikan, yang meningkat dari 12 kasus di tahun sebelumnya menjadi 37 kasus. Bentuk kekerasan yang tercatat bervariasi, mulai dari pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan verbal, hingga kriminalisasi korban.

Burhan menyoroti fenomena impunitas di lingkungan akademik, di mana banyak kasus ditutupi demi menjaga citra institusi. Ia menegaskan bahwa pendekatan zero tolerance harus diterapkan di seluruh perguruan tinggi agar tidak ada celah bagi pelaku kekerasan seksual untuk berlindung.

“Institusi pendidikan harus berani mengambil langkah tegas dalam menangani kasus ini. Penyelesaian harus dilakukan sesuai regulasi yang berlaku agar ruang akademik tetap aman dan kondusif,” ujarnya.

Kolaborasi Adalah Kunci

PB PMII menyerukan sinergi antara mahasiswa, akademisi, dan aparat penegak hukum dalam mengawal implementasi kebijakan serta regulasi terkait pemberantasan kekerasan seksual di kampus.

“Kita harus bersama-sama menciptakan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Kerja sama erat antara Satgas PPKS, pemerintah, dan aparat hukum menjadi kunci utama dalam mewujudkan lingkungan akademik yang lebih baik,” pungkas Burhan.

Dengan semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, tekanan publik kepada Polri untuk mengambil langkah konkret pun semakin menguat. Kini, harapan besar disematkan kepada aparat penegak hukum untuk memastikan tidak ada lagi korban yang terabaikan, dan tidak ada pelaku yang lolos dari jerat hukum.



ARTIKEL TERKAIT