- 24 Desember 2025
NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh warga NU atas kegaduhan akibat persoalan yang terjadi di PBNU belakangan ini. Menurutnya, situasi tersebut merupakan hal di luar dugaan selama hampir empat tahun masa kepengurusan berjalan.
Permohonan maaf itu disampaikan KH Miftachul Akhyar saat membacakan Surat Tabayun tentang Penempatan Pemberhentian Ketua Umum PBNU dalam Koridor Konstitusi Jam’iyah. Pernyataan tersebut disiarkan CNN Indonedia, dilansir NU Online pada Rabu (24/12/2025).
“Memang sebuah hal-hal besar, yang baik, memang akan banyak tantangan dan rintangan termasuk munculnya kegadugan-kegaduhan yang karena belum dipahami secara benar. Saya memohon maaf, hal ini di luar dugaan selama kira-kira empat tahun berjalan kepengurusan PBNU,” katanya.
Kiai Miftach menegaskan bahwa klarifikasi dan permohonan maaf yang ia sampaikan merupakan bentuk tanggung jawab moral dan kelembagaan. Ia berharap langkah tersebut dapat membantu warga NU dan publik memahami duduk perkara secara utuh dan proporsional.
“Ini secara zahir (jelas) aman-aman saja dan hubungan tetap baik dan sampai sekarang. Hanya ada beberapa bulan, kira-kira tiga bulan-lah, ada sebuah insiden atau peristiwa besar yang mengejutkan kita yang semula kita tidak menyadari, tidak tahu akan hal-hal yang seperti ini,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, KH Miftachul Akhyar juga membacakan Surat Tabayun yang telah ditayangkan NU Online pada Selasa (23/12/2025).
Melalui surat itu, Kiai Miftachul Akhyar menegaskan bahwa pemberhentian Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum PBNU merupakan keputusan kelembagaan yang ditempuh melalui mekanisme organisasi sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, bukan keputusan sepihak individu.
“Saya telah mendengar, membaca, dan mempelajari dengan saksama berbagai pandangan serta pendapat yang berkembang di ruang publik terkait pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, yang berproses melalui Rapat Harian Syuriyah PBNU pada Hari Kamis tanggal 20 November 2025 dan dikuatkan dalam Keputusan Rapat Pleno PBNU pada Hari Selasa tanggal 9 Desember 2025,” kata Kiai Miftach.
Ia menilai perbedaan pandangan merupakan hal yang wajar dalam organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama. Namun, perbedaan tersebut perlu ditempatkan secara jernih dan adil, terutama dalam membedakan antara sikap personal dan keputusan institusional.
Kiai Miftach kembali menegaskan bahwa Keputusan Rapat Pleno PBNU pada Selasa, 9 Desember 2025, bukanlah tindakan sepihak individu, melainkan hasil proses kelembagaan yang berjalan melalui tahapan dan forum resmi organisasi.
Terkait polemik yang berkembang, ia kemudian memaparkan alur dan mekanisme konstitusional pemberhentian Ketua Umum PBNU.
Menurutnya, Syuriyah PBNU telah menjalankan mandat pembinaan dan pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Anggaran Dasar NU, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU) dan tata kelola keuangan PBNU.
Sementara mengenai ketidakhadirannya dalam Musyawarah Kubro di Pesantren Lirboyo, KH Miftachul Akhyar menyatakan bahwa secara pribadi ia menghormati seluruh saran dan masukan yang disampaikan demi kemaslahatan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Ia juga menghargai forum kultural yang digagas oleh KH Anwar Manshur selaku Mustasyar PBNU.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa setiap keputusan organisasi harus tetap dijalankan sesuai mekanisme dan aturan Jam’iyah Nahdlatul Ulama