- 08 November 2025
NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Menjelang peringatan Hari Santri Nasional, publik pesantren justru dikejutkan oleh tayangan program Expose Uncensored di Trans7 yang dinilai melecehkan para kiai. Salah satu pihak yang menyampaikan protes keras adalah Prof. Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), pakar hukum Islam sekaligus cendekiawan NU yang kini menetap di Australia.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya @nadirsyahhosen_official dikutip pada Selasa (14/10/2025), Gus Nadir menulis bahwa Trans7 telah memberi “kado pahit” bagi dunia pesantren. Tayangan tersebut, menurutnya, bukan hanya menyinggung, tetapi secara terang-terangan menghina dan merendahkan kehormatan para kiai, terutama KH Anwar Manshur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo sekaligus Rais Syuriah PWNU Jawa Timur.
“Menjelang Hari Santri Nasional, Trans7 justru memberi kado pahit bagi dunia pesantren. Tayangan mereka melecehkan para kiai, khususnya Romo Kiai kami, KH Anwar Manshur. Beliau adalah sosok sepuh yang setiap hari masih mengajar dengan penuh kasih dan ketulusan. Dan saya yakin, beliau tidak pernah menyinggung Trans7, apalagi pemiliknya, Bapak Chairul Tanjung.”
Dalam tulisannya, Gus Nadir menyebut tayangan itu bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan penghinaan sistematis.
“Apa yang dilakukan Trans7 bukan sekadar ‘salah tayang.’ Ini penghinaan. Narasinya ngawur, dibacakan dengan gaya yang merendahkan, disertai visual dan caption yang secara sistematis membangun framing jahat terhadap para kiai.”
Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan Trans7 tidak bisa disebut kebebasan pers.
“Saya tumbuh dalam tradisi kritik dan kebebasan berpendapat ala akademik Barat, tetapi yang dilakukan Trans7 bukan kebebasan pers — ini serangan terencana terhadap kehormatan pesantren.”
Lebih lanjut, Gus Nadir menuntut langkah tegas dari pihak Trans7.
“Produser acara harus dipecat. Pembaca naskah dipecat. Trans7 wajib menayangkan program tandingan yang menampilkan konsep barokah, adab, disiplin, dan pendidikan karakter ala pesantren agar publik memperoleh gambaran yang berimbang.”
Dalam unggahan itu, Gus Nadir juga menyinggung framing yang tidak pantas terhadap sosok KH Anwar Manshur.
“Lihatlah, rumah KH Anwar Manshur begitu sederhana jauh dari kemewahan. Tapi Trans7 justru membingkai seolah beliau hidup dari amplop dan kemewahan. Itu fitnah! Itu penghinaan terhadap orang yang seluruh hidupnya diabdikan untuk ilmu dan umat.”
Gus Nadir mengaku sangat kecewa, bahkan menitikkan air mata saat menonton tayangan tersebut.
“Saya menangis menonton tayangan itu. Bukan karena Kiai kami diserang, tapi karena media sebesar Trans7 tega memproduksi penghinaan semacam ini di bulan ketika bangsa ini semestinya menghormati para santri.”
Ia juga menyerukan agar lembaga pengawas media dan publik tidak diam.
“Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia jangan diam. Ini ujian bagi kredibilitas lembaga Anda. Pak Chairul Tanjung, benahi manajemen Trans7 Anda. Dan kepada para pengiklan, saya menyerukan: jangan pasang iklan di Trans7 sampai lembaga ini bertanggung jawab penuh.”
Gus Nadir menutup pernyataannya dengan kalimat penuh perasaan:
“Permintaan maaf atau sowan belaka tidak cukup. Luka yang mereka goreskan terlalu dalam. Ini bukan hanya soal satu Kiai ini soal kehormatan seluruh dunia pesantren.
Salam penuh duka dan amarah,
Nadirsyah Hosen.”