- 13 Desember 2025
NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII) menyatakan kesiapan untuk menjadi mediator dalam penyelesaian konflik internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sikap ini ditegaskan sebagai bentuk tanggung jawab moral alumni PMII untuk menjaga marwah Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Ketua Umum PB IKA PMII, Fathan Subchi, menilai eskalasi konflik yang melibatkan dua kubu di internal PBNU telah menimbulkan kegelisahan luas di kalangan warga Nahdliyin. Menurutnya, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena berpotensi melemahkan konsolidasi organisasi dan mengganggu fokus NU dalam menjalankan pelayanan umat.
“Karena itu, IKA PMII mendorong dilaksanakannya Muktamar Bersama sebagai solusi konstitusional yang paling mampu meredam ketegangan dan menyatukan kembali seluruh elemen NU,” ujar Fathan, Jumat (12/12/2025).
Ia menegaskan, Muktamar Bersama merupakan forum tertinggi organisasi yang dapat menjamin legitimasi, akuntabilitas, serta penerimaan publik terhadap kepemimpinan NU ke depan. Fathan juga mengingatkan bahwa NU adalah warisan para ulama dan pendiri bangsa yang tidak boleh terjebak dalam kepentingan kelompok sempit.
“NU ini milik warga NU, milik rakyat, bukan milik satu kelompok kecil. IKA PMII terpanggil untuk menjadi jembatan rekonsiliasi. Muktamar adalah jalan paling bermartabat untuk menyelesaikan persoalan ini,” tegasnya.
Fathan menambahkan, PB IKA PMII memiliki jaringan alumni yang luas di berbagai sektor, mulai dari pesantren, akademisi, organisasi masyarakat, pemerintahan, hingga sektor swasta. Dengan modal tersebut, IKA PMII siap memfasilitasi dialog, menjembatani komunikasi, serta memberikan dukungan moral dan teknis bagi proses rekonsiliasi di tubuh PBNU.
Ia menekankan bahwa rekonsiliasi hanya dapat tercapai jika seluruh pihak bersedia duduk bersama dalam forum yang menjunjung tinggi kebersamaan dan supremasi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU. Menurutnya, Muktamar Bersama harus dirancang secara inklusif, transparan, dan akuntabel agar hasilnya dapat diterima semua pihak serta memulihkan kepercayaan warga NU hingga tingkat akar rumput.
“Yang terpenting, semua pihak menahan diri, tidak memperluas ketegangan, dan memberi ruang bagi mekanisme organisasi untuk bekerja sebagaimana mestinya,” pungkas Fathan.