Rabu, 26 November 2025 07:23 WIB

Gus Aam Wahib Wahab: NU Harus Kembali ke Khittah 1926 dan Jati Dirinya


  • Sabtu, 22 November 2025 12:25 WIB

NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Wahab Chasbullah, Gus Aam Wahib Wahab, menyuarakan kegelisahannya terhadap arah perjalanan NU saat ini. Ia menilai organisasi terbesar umat Islam Indonesia itu perlu segera kembali ke khittah 1926 dan jati diri perjuangannya sebagaimana diletakkan para muassis.

Menurut Gus Aam, pada masa Rais Aam KH Wahab Chasbullah, NU berada pada titik kejayaan karena konsisten menempatkan kepentingan umat, bangsa, dan nilai-nilai kebenaran sebagai orientasi utama.

“Pada era KH Wahab Chasbullah, NU terdepan dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdepan membela kepentingan umat Islam, menegakkan kebenaran, serta memajukan perekonomian umat,” ujarnya, Sabtu (22/11/2025).

Gus Aam mengungkapkan bahwa kepemimpinan PBNU saat ini tidak lagi mencerminkan teladan dan kesinambungan perjuangan muassis seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah. Ia menilai komitmen ideologis maupun historis yang diwariskan para pendiri NU semakin melemah dan tidak dijaga dengan serius.

Ia mencontohkan bagaimana para muassis menunjukkan pembelaan kuat terhadap Palestina, bahkan mengajak warga NU untuk memberikan bantuan bagi saudara seiman yang menjadi korban agresi Zionis Israel.

“Menurut kami, ini benar-benar telah menabrak dan melanggar nilai-nilai serta ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah, dan bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU,” tegasnya.

Selain itu, Gus Aam menyoroti keputusan Ketua Umum PBNU yang menghadirkan narasumber yang dikaitkan dengan jaringan Zionisme Internasional dalam program Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU). Ia menilai tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan secara moral maupun ideologis.

“Ini kegiatan sangat penting di tingkat tertinggi Nahdlatul Ulama. Mengundang narasumber seperti itu adalah pelanggaran yang sangat mendasar dan sangat berat,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga menyinggung adanya indikasi pelanggaran tata kelola keuangan di internal PBNU yang dinilai bertentangan dengan hukum syara’, peraturan perundang-undangan, dan berpotensi mengancam eksistensi badan hukum NU.



ARTIKEL TERKAIT