Rabu, 26 November 2025 07:26 WIB

Seruan Idrus Marham untuk Menjaga Marwah NU di Tengah Dinamika Internal


  • Selasa, 25 November 2025 19:23 WIB

NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Nahdlatul Ulama (NU) diingatkan untuk tidak dijadikan arena manuver kepentingan oleh segelintir pihak. Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU disebut sebagai milik warga NU dan umat, bukan panggung bagi elite atau kelompok tertentu.

Imbauan ini muncul di tengah dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang belakangan menjadi sorotan publik. Menurut pandangan tersebut, NU harus kembali menegakkan nilai musyawarah, transparansi, serta pengabdian tulus kepada jamaah.

Pernyataan itu disampaikan oleh Idrus Marham, Anggota MPO PB IKA PMII sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Ia mengingatkan bahwa NU memiliki peran moral besar dalam menjaga harmoni sosial serta menjadi penuntun akhlak dalam kehidupan keumatan dan kebangsaan.

Sebagai informasi, MPO PB IKA PMII adalah Majelis Pertimbangan Organisasi yang berada dalam struktur kepengurusan Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII). Hubungan IKA PMII dengan PBNU bersifat historis, kultural, dan berbasis jaringan kader: PMII lahir dari rahim NU, para alumninya berhimpun di IKA PMII, dan tokoh-tokoh MPO sering memberi pandangan terhadap dinamika PBNU.

Idrus menegaskan bahwa NU harus kembali pada khittah pendiriannya, menjaga tradisi, meneguhkan akhlak, dan berdiri sebagai penuntun moral bagi umat dan bangsa.

Dalam pernyataannya pada Senin (24/11/2025), Idrus menyoroti bahwa gejolak internal PBNU bukan sekadar persoalan figur, tetapi sinyal bahwa NU semakin menjauh dari nilai “kepemilikan bersama” yang menjadi ruh jam’iyah.

“NU ini milik rakyat, milik warga NU, bukan milik satu kelompok kecil,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa sejarah NU dibangun dari pesantren, akar rumput, dan kolektivitas umat, bukan dari politik elite yang mencoba “mengavling” organisasi untuk kepentingan jangka pendek.

Idrus juga mengingatkan bahwa para muassis NU adalah nama-nama besar yang hidupnya sepenuhnya didedikasikan untuk umat dan bangsa, di antaranya:
K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng, K.H. Bisri Denanyar Jombang, K.H. Ridwan Semarang, K.H. Nawawi Pasuruan, K.H.R. Asnawi Kudus, K.H.R. Hambali Kudus, K.H. Nachrawi Malang, dan K.H. Doro Muntaha.

Ia juga menyinggung struktur PBNU generasi pertama (1926) untuk menguatkan kembali ingatan historis. Pada masa itu, Rais Akbar dijabat K.H. M. Hasyim Asy’ari (Jombang), Wakil Rais Akbar oleh K.H. Dahlan Ahyad (Surabaya), Katib Awal oleh K.H. Abdul Wahab Chasbullah (Jombang), dan Katib Tsani oleh K.H. Abdul Chalim (Cirebon). Menurut Idrus, mereka adalah arsitek jam’iyah yang mewariskan NU sebagai rumah besar umat, teduh, teratur, dan berorientasi pada kemaslahatan bangsa.

“Mendegradasi nilai-nilai keumatan dan kebangsaan yang menjadi ruh perjuangan as-sābiqūnal awwalūn dapat dikategorikan sebagai ‘dosa besar’,” tegasnya.

Idrus menyadari bahwa perbedaan pandangan merupakan dinamika wajar. Namun jika yang terjadi adalah perbedaan kepentingan, menurutnya kondisi itu menjadi masalah serius.

“NU bukanlah tempat yang boleh dikelola demi tarik-menarik kepentingan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa sejak awal NU berpijak pada dua fondasi utama: umat dan bangsa. Di luar itu, semuanya hanyalah percikan yang tidak boleh menggoyahkan orientasi perjuangan NU.

“Menyedihkan jika NU digeser oleh kadernya sendiri, lalu dijadikan ruang berlindung atau perebutan pengaruh. Khittah NU bukan di situ” ujarnya.

Idrus kembali mendorong agar dinamika di PBNU diselesaikan secara kekeluargaan, bahkan melalui dialog para kiai sepuh dan tokoh moral untuk menghadirkan solusi yang adil dan berkelanjutan.

Ia menilai krisis PBNU saat ini merupakan momen penting bagi NU untuk introspeksi dan memperkuat jati diri sebagai organisasi sosial-keagamaan yang berdiri di atas nilai moral, bukan arena kontestasi elite.

“Tidak cukup hanya klarifikasi internal, tetapi perlu langkah nyata menuju rekonsiliasi dan transparansi agar NU tetap menjadi rumah besar umat, bukan panggung manuver kekuasaan,” pungkas Idrus.



ARTIKEL TERKAIT