Selasa, 23 Desember 2025 16:42 WIB

Kiai Sepuh Jabar di Buntet Dukung Hasil Pertemuan Mustasyar, Teguhkan Islah dan Keutuhan NU


  • Selasa, 23 Desember 2025 07:52 WIB

NAHDLIYIN.COM, Cirebon – Sejumlah kiai sepuh Jawa Barat menggelar pertemuan dan musyawarah di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, pada Senin (22/12/2025), untuk menyikapi dinamika yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pertemuan ini menjadi forum silaturahmi, tabayun, sekaligus ikhtiar menjaga keutuhan dan kemaslahatan jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Sesepuh Pondok Buntet Pesantren, KH Adib Rofiuddin, menjelaskan bahwa musyawarah tersebut dilandasi keprihatinan mendalam atas kondisi PBNU. Para kiai sepuh Jawa Barat sepakat mengajak seluruh warga Nahdliyin, khususnya di Jawa Barat, untuk memperbanyak doa agar persoalan ini segera berakhir dengan maslahat bagi NU.

Dalam musyawarah itu, para kiai menyepakati tiga poin utama. Pertama, menyatakan keprihatinan atas musibah yang menimpa PBNU dan mengajak warga NU untuk bersama-sama bermunajat demi kebaikan jam’iyah. Kedua, mendukung sepenuhnya ikhtiar para masyayikh dan Mustasyar PBNU yang telah mempertemukan kedua belah pihak dalam forum-forum sebelumnya di Ploso, Tebuireng, dan Lirboyo. Para kiai sepuh menegaskan bahwa islah ‘alal haq merupakan jalan terbaik untuk menempatkan kebenaran secara adil dan menyelesaikan persoalan internal PBNU dengan musyawarah.

Ketiga, forum kiai sepuh Jawa Barat menyatakan sikap sami’na wa atha’na terhadap seluruh hasil musyawarah para kiai sepuh NU yang telah digelar di Ploso, Tebuireng, dan Lirboyo. Kesepakatan tersebut dipandang sebagai pedoman bersama demi menjaga marwah, ketertiban, dan keutuhan Nahdlatul Ulama.

Dalam pertemuan tersebut, para kiai sepuh juga mengundang Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Pada kesempatan itu, Gus Yahya menyampaikan pandangannya mengenai tiga hak yang menurutnya harus dijaga. Pertama, hak pribadi sebagai ahlus syahadah untuk mendapatkan perlakuan adil, termasuk kesempatan melakukan tabayun dan klarifikasi. Kedua, hak maqam ulama yang tidak boleh dicederai, khususnya dalam menjaga wibawa dan kehormatan ulama dalam membimbing umat. Ketiga, hak jam’iyah NU yang memiliki tatanan dan aturan berupa AD/ART yang wajib dijaga dan ditaati.

“Jam’iyah itu intinya adalah nidham dan permusyawaratan. Jika aturan ini diabaikan, maka keberadaan jam’iyah akan kehilangan maknanya,” tegas Gus Yahya.

Pertemuan tersebut turut dihadiri sejumlah kiai sepuh Jawa Barat, di antaranya KH Sa’dulloh dari Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Sumedang, KH Mamal Mali Murtadho dari Pondok Pesantren Almusri Cianjur, KH Tb Agus Fauzan dari Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, KH Abdullah Mukhtar dari Pondok Pesantren An-Nidzom Sukabumi, serta perwakilan Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Sukabumi. Dari Buntet Pesantren hadir pula KH Amiruddin Abkari, KH Hasanuddin Kriyani, KH Ahmad Mursyidin, KH Tajuddin Zen, dan KH Ahmad Syukri Said.

Musyawarah ini menegaskan komitmen para kiai sepuh Jawa Barat untuk terus menjaga ukhuwah, menenangkan umat, dan mengawal penyelesaian persoalan PBNU melalui jalan musyawarah, adab, dan kebijaksanaan para ulama.



ARTIKEL TERKAIT