- 23 Desember 2025
NAHDLIYIN.COM, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memberikan klarifikasi terkait tuduhan-tuduhan yang ditujukkan kepada dirinya dalam persoalan di Tubuh PBNU.
"Dengan segala kerendahan hati dan sepenuh rasa tanggung jawab, izinkan saya memberikan klarifikasi secara terbuka mengenai berbagai tuduhan kepada saya yang selama ini beredar di tengah-tengah masyarakat," tulis Gus Yahya dalam keterangannya di Jakarta, Senin (22/12/2025).
Gus Yahya mengatakan sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang diberi mandat oleh Muktamar Ke-34 NU di Lampung tahun 2021 ia merasa berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang jujur, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh fungsionaris, kader dan warga NU di mana pun berada.
"Kejelasan ini diperlukan bukan hanya untuk membela diri, tetapi lebih penting lagi untuk menjaga kesatuan, kepercayaan, dan integritas Jam'iyah Nahdlatul Ulama yang kita cintai ini," jelasnya.
Pertama, klarifikasi mengenai Akademi Klarifikasi Mengenai Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN-NU). Gus Yahya menjelaskan konteks dan proses persiapan.
Konteks dan proses persiapan
Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU) adalah jenjang tertinggi dalam Sistem Kaderisasi Nahdlatul Ulama yang dirancang untuk mengembangkan kepemimpinan berkualitas bagi kader-kader terbaik jam'iyah. Konsep dasar program ini telah disepakati bersama dalam Rapat Pleno PBNU pada Juli 2024, melibatkan berbagai stakeholder dan lembaga dalam jam'iyah.
Gus Yahya mengaku sebagai bagian dari proses yang bertanggung jawab, ia telah melakukan konsultasi komprehensif mengenai kurikulum, judul materi, dan seluruh narasumber AKN-NU kepada Rais Aam KH Miftachul Akhyar di kediamannya di Surabaya pada pertengahan Mei 2025.
"Pada kesempatan tersebut, saya juga memohon kesediaan beliau untuk memberikan tawjihat (arahan spiritual) dalam pembukaan resmi AKN-NU yang dijadwalkan pada 21 Juni 2025," jelasnya.
Keputusan Rais Aam dan tindak lanjut
Gus Yahya menjelaskan di akhir Rapat Harian Syuriyah yang dilaksanakan di kediaman Rais Aam pada 6 Juni 2024, beliau telah memutuskan bahwa agenda AKN-NU yang dijadwalkan tetap dilaksanakan sesuai rencana, dengan dua catatan penting: pertama, perlu ada tambahan narasumber dari Timur Tengah, dan kedua, Pak Nuh ditugaskan untuk meminta penjelasan langsung dari saya mengenai kurikulum, materi, dan narasumber AKN-NU.
"Saya langsung menindaklanjuti arahan Rais Aam tersebut dengan menghubungi Syekh Ali Jum'ah serta beberapa tokoh terkemuka dari Al-Azhar dan Timur Tengah lainnya. Hasil komunikasi ini telah saya laporkan kepada Rais Aam, dan kemudian dilaporkan juga dalam Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Harian Tanfidziyah pada pertengahan Juni 2025," jelasnya.
Mengenai kontroversi Peter Berkowitz Selain itu, Gus Yahya menegaskan kehadiran Peter Berkowitz dalam AKN-NU yang menimbulkan kontroversi adalah suatu kecelakaan yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya.
"Saya sendiri tidak memiliki pengetahuan awal mengenai afiliasinya dengan gerakan pro-Israel maupun Zionis. Peter Berkowitz kami undang semata-mata karena keahlian dan pengalamannya yang diakui secara internasional di bidang Hak Asasi Universal," tegas Gus Yahya.
Materi kuliah dalam AKN-NU saat itu mengenai Hak Asasi Universal, dan sama sekali tidak ada pembahasan mengenai isu Israel-Palestina, apalagi mengenai Zionisme.
"Kami memiliki video rekaman lengkap dari ceramahnya yang dapat diverifikasi oleh siapa saja yang berkepentingan," jelasnya.
Pengakuan kesalahan dan tindakan korektif
Gus Yahya mengakui sepenuhnya bahwa dirinya kurang cermat dalam proses seleksi dan pemilihan narasumber untuk AKN-NU.
"Ini adalah kesalahan saya, dan saya telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas kekhilafan tersebut kepada seluruh jam'iyah dan kepada publik," kata Gus Yahya.
Kesalahan tersebut, menurutnya, pelajaran berharga bagi dirinya untuk lebih hati-hati dan teliti dalam setiap pengambilan keputusan di masa depan.
"Sebagai tindakan korektif, saya telah menindaklanjuti arahan Rais Aam untuk menghentikan kegiatan AKN-NU yang seharusnya masih berlangsung hingga hari ini, tanggal 21 Desember 2025," jelasnya.
Keputusan ini diambil dengan serius untuk menunjukkan komitmen dirinya terhadap kepedulian dan kekhawatiran yang telah disampaikan oleh Rais Aam dan jajaran syuriyah.
Tuduhan TPPU
Dalam keterangannya, ia juga menyampaikan klarifikasi mengenai tata kelola keuangan PBNU khususnya terkait dengan kasus dana 100 Miliar rupiah.
"Telah beredar tuduhan bahwa saya menggunakan dana sebesar 100 Miliar Rupiah yang masuk ke rekening PBNU untuk kepentingan pribadi dan untuk menyuap KPK," jelasnya.
Tuduhan disertai dengan dramatisasi yang menyebutkan bahwa peristiwa ini terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan PBNU, dengan ancaman bahwa Nahdlatul Ulama akan dibubarkan.
'Saya menyatakan dengan tegas bahwa tuduhan ini tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," jelasnya.
Gus Yahya memberikan penjelasan faktual mengenai peristiwa tersebut. Ia menceritakan, ketika menerima laporan mengenai transfer 100 Miliar Rupiah ke rekening PBNU dari Saudara Mardani H. Maming (Bendahara Umum PBNU pada saat itu) sekitar tiga tahun yang lalu pada tahun 2022.
"Saya segera memerintahkan Saudara Sumantri (Bendahara PBNU) untuk berkomunikasi langsung dengan Saudara Maming guna meminta penjelasan mengenai sumber dan tujuan dana tersebut," ucap Gus Yahya.
Hasil komunikasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian dari dana itu adalah sumbangan dari Saudara Maming untuk operasional PBNU sebesar 20 Miliar Rupiah. Adapun selebihnya, perlu segera dikembalikan kepada Saudara Maming.
Penanganan ini dilakukan dengan prosedur yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Terkait hal ini, Saudara Sumantri dapat dimintai penjelasan secara lebih rinci dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan kepada siapa saja yang berkepentingan.
Gus Yahya menjelaskan terkait potensi TPPU atas putusan pengadilan Mardani Maming. "Jawabannya jelas: Tidak! Pertama, Putusan Pengadilan mengenai perkara Saudara Mardani H. Maming sudah inkrah. Tidak ada penyidikan mengenai indikasi pencucian uang dalam perkara tersebut," katanya.
Kedua, imbuh Gus Yahya, Saudara Maming telah membayar lunas uang pengganti sesuai putusan. Ketiga, dalam hal transfer ke rekening PBNU, tidak ada keterlibatan PBNU secara aktif.
"Dengan demikian, maka isu mengenai ada ancaman pembubaran Jam'iyah Nahdlatul Ulama karena dugaan terkait dengan TPPU adalah tidak benar sama sekali," jelasnya.
Komitmen terhadap transparansi keuangan
Gus Yahya mengatakan patut dicatat bahwa sejak awal periode kepengurusan, PBNU telah menerapkan sistem tata kelola keuangan yang terpusat, transparan, dan akuntabel.
"Saya berkomitmen untuk terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan PBNU, dan siap untuk memberikan penjelasan detail mengenai setiap aspek pengelolaan keuangan kepada Syuriyah dan forum-forum jam'iyah lainnya," tegasnya.
Klarifikasi mengenai konsesi tambang
Gus Yahya juga mengklarifikasi mengenai konsesi Tambang dalam konteks dan diskusi dengan Presiden. Telah beredar tuduhan bahwa dirinya hendak mengalihkan pengelolaan konsesi tambang kepada investor lain dengan mengatasnamakan arahan dari Presiden Prabowo.
"Saya menyatakan dengan jelas bahwa tuduhan ini tidak sesuai dengan kenyataan," kata Gus Yahya.
PBNU, kata Gus Yahya, telah terikat kontrak dengan salah satu perusahaan untuk menjadi investor dalam pengelolaan konsensi tambang yang diberikan oleh Pemerintah.
"Mengenai hal ini, memang pernah saya sampaikan kepada Presiden Prabowo ketika saya mendapat kesempatan untuk bertemu dan mendiskusikan berbagai hal dengan beliau, termasuk soal tindak lanjut konsesi tambang yang diberikan oleh Pemerintah kepada Nahdlatul Ulama," jelasnya.
Dalam diskusi dengan Presiden Prabowo tersebut, Presiden memberikan arahan agar konsesi tambang NU dapat segera berproduksi dan memberikan manfaat bagi Nahdlatul Ulama.
Menurut Presiden, tahapan-tahapan produksinya seharusnya dapat dipercepat. Prabowo memerintahkan kepada seorang pejabat yang mendampinginya dalam pertemuan itu agar membantu PBNU untuk mempercepat proses tersebut sehingga konsesi tambang dapat segera memberikan manfaat bagi Nahdlatul Ulama dan warga NU pada umumnya.
"Semua yang saya bahas dan diskusikan dengan Presiden Prabowo telah saya laporkan kepada Rais Aam keesokan harinya. Tidak ada arahan khusus dari Rais Aam dalam menanggapi laporan saya. Beliau hanya dawuh, "Kalau memang seperti itu arahan dari Bapak Presiden, ya monggo," jelasnya.
Gus Yahya mengaku tidak mengerti bagaimana kemudian dirinya dapat dituduh hendak mengalihkan pengelolaan konsesi tambang kepada investor lain dengan mengatasnamakan arahan dari Presiden Prabowo.
"Saya tidak memiliki kuasa dan tidak tahu bagaimana caranya mengalihkan pengelolaan konsesi tersebut. Yang saya ketahui adalah bahwa konsesi tambang ini adalah pemberian dari Pemerintah, dari Presiden Jokowi, kepada Nahdlatul Ulama melalui PBNU," katanya.
"Upaya saya adalah memohon arahan dan dukungan Presiden Prabowo untuk mengakselerasi proses perizinan hingga produksinya, sehingga konsesi ini dapat memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi jam'iyah dan warga NU. Itu saja, tidak lebih dan tidak kurang," tegasnya.
Keabsahan sebagai ketua umum
Kemudian, mengenai keabsahan sebagai ketua umum, Gus Yahya merujuk dassar Hukum dari AD/ART NU. Ia menekankan bahwa keputusan Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 yang memberhentikan Ketua Umum PBNU merupakan keputusan yang tidak sah dan nyata-nyata melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Nahdlatul Ulama.
Pasal 22 AD NU mengatur bahwa "Permusyawaratan Tingkat Nasional terdiri dari: a. Muktamar, b. Muktamar Luar Biasa; c. Musyawarah Nasional Alim Ulama; dan d. Konferensi Besar."
Pasal 40 ayat (1) huruf e ART NU memuat ketentuan bahwa "Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais 'Aam terpilih."
Pasal 74 ayat (1) ART NU menetapkan bahwa "Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais 'Aam dan/atau Ketua Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 93 ayat (3) ART NU mengatur kewenangan Rapat Harian Syuriyah, bahwa: "Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan perkumpulan, pelaksanaan dan pengembangan program kerja."
Peraturan Perkumpulan Nomor 10 Tahun 2025 Pasal 15 ayat (3) menegaskan bahwa: "Keputusan Rapat Harian Syuriyah mengikat seluruh pengurus harian syuriyah."
Pasal-pasal tersebut di atas dengan jelas tidak memberikan wewenang kepada Rapat Harian Syuriyah untuk memberhentikan siapa pun, terlebih lagi mandataris Muktamar.
Gus Yahya menegaskan bahwa pengakuan hukum negara terhadap keabsahan Ketua Umum juga memperkuat posisi ini.
Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-0001097.AH.01.08 Tahun 2024 mencantumkan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU. Keputusan ini masih berlaku dan menunjukkan pengakuan negara terhadap keabsahan Ketua Umum. Perubahan status Ketua Umum harus melalui mekanisme jam'iyah yang sah dan diakui oleh negara.
Islah
Mengenai ajakan islah dan musyawarah komitmen terhadap kesatuan jam'iyah yang diinisiasi oleh para sesepuh dan mustasyar NU, Gus Yahya menghormati seruan tersebut.
"Saya tunduk dan siap menahan diri demi kesatuan, keutuhan dan kemajuan Nahdlatul Ulama. Saya menghormati seruan dari para Kyai Sepuh dan Mustasyar NU untuk melakukan islah (rekonsiliasi) dan menempuh jalan Musyawarah," jelasnya.
"Saya percaya bahwa dengan niat yang tulus, dialog yang konstruktif, dan semangat persaudaraan, kita dapat melewati situasi ini dengan tetap menjaga integritas dan martabat Nahdlatul Ulama," tandasnya.
Gus Yahya menyadari sepenuhnya bahwa sebagai ketua umum PBNU, ia memiliki tanggung jawab yang besar kepada seluruh warga Nahdlatul Ulama. Tanggung jawab ini tidak hanya untuk memimpin jam'iyah dengan baik, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan dan reputasi NU di mata publik.
Dalam situasi yang penuh tantangan ini, saya berkomitmen untuk terus bekerja dengan integritas dan transparansi, mendengarkan masukan dan kritik yang konstruktif, melakukan perbaikan berkelanjutan dalam setiap aspek kepemimpinan, dan memperkuat dialog dan komunikasi dengan semua stakeholder.
"Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Rais Aam beserta segenap jajaran syuriyah, mustasyar, dan juga seluruh jajaran tanfidziyah beserta segenap pengurus NU di semua tingkatan yang telah memberikan arahan, masukan, dan dukungan," jelasnya.
Perbedaan pendapat, menurutnya, hal yang wajar dalam jam'iyah yang demokratis, dan percaya bahwa perbedaan tersebut dapat menjadi kekuatan jika dikelola dengan bijak dan penuh tanggung jawab.
"Dengan penuh harapan dan doa, saya mengajak seluruh pengurus NU untuk bersama-sama membangun masa depan Nahdlatul Ulama yang lebih kuat, lebih solid, dan menjadi rahmat bagi semesta," tandasnya.